Sekitar Masalah Gender
Oleh : Kusuma Dini, AMKeb, SKM, MKM
Istilah
gender diambil dari kata dalam bahasa Arab “Jinsiyyun” yang kemudian diadopsi
dalam bahasa Perancis dan Inggris menjadi “gender” (Faqih, 1999). Gender
diartikan sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki
yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan bagaimana persepsi dan
pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang
dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Peran gender dibentuk
secara sosial., institusi sosial memainkan peranan penting dalam pembentukkan
peran gender dan hubungan.
Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan. Berbeda halnya dengan keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab karena adanya nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya perempuan).
Untuk itu perlu dilakukan rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan tersebut dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat kaitannya dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya kematian ibu dan anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan sosial, budaya, kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.
Mengingat masih tingginya “4 TERLALU” ( Terlalu Muda, Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu Sering untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan dengan penyebab kematian ibu dan anak kondisi ini sesungguhnya dapat dicegah, dan tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu masalah ksehatan lainnya penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian informasi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya remaja mempunyai pandangan dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan penularan HIV/AIDS, pencegahan kehamilan tidak diharapkan.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi
c. Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial
Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan bayi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 – 35 tahun. Pusat penelitian Kesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997), menunjukkan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan seksual.Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5 % remaja putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki dan telah melakukan tindakan pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya berusia kurang dari 22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakui kebanyakan melakukannya pertama kali pada usia antara 15 – 18 tahun.
Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja bahwa KEK remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995), merokok berusia kurang dari 14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas : 1995), Remaja Putri Perokok sebanyak 1% – 8%, peminum minuman keras 6%, pemakai napza 0,3 – 3% (LDFE-UI). Sekitar 70.000 remaja putri kurang dari 18 tahun terlibat dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23 propinsi, seks sebelum menikah 0,4 – 5% (LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21% diantaranya terjadi pada remaja, 11% kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan melahirkan anak pertama dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan.
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan kebanyakan baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes : 2001). Dari berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) di Indonesia cukup tinggi, diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB di Jakarta Utara (1998) angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamidia yang tertinggi yaitu 10,3%, kemudian trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%, klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan sifilis 0,7%. Suatu survey di 3 Puskesmas di Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung KIA/BP diperoleh proorsi tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia 3,6%. Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelaynan dasar masih jauh yang diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa propinsi. Hambatan sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pengobatanya, sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan kecacatan janin
Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230 dan kasus AIDS sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%) adalah laki-laki dan 1529 kasus (18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus (0,7%). Dari segi usia rebanyak pada usia 20 - 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%), usia 30 – 39 tahun sebanyak 2226 kasus ( 27,2%), usia 40 – 49 sebannyak 647 kasus (7,9%), usia 15 – 19 tahun sebanyak 222 kasus (2,7%),usia 5 – 14 tahun 22 kasus (0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo biseksual 4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%. Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan.. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan bahwa pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Masih banyak isu gender lainnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja, diantaranya sunat pada perempuan, kekerasan terhadap perempuan/dalam rumah tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan, perdagangan manusia/perempuan.
Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan berbasis gender yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang pendidikan, partisipasi politik dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena dampak dari ketidaksetaraan ini diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada laki-laki maka data yang akan di sajikan akan lebih banyak mengenai keterlibatan perempuan.
Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan. Berbeda halnya dengan keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab karena adanya nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya perempuan).
Untuk itu perlu dilakukan rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan tersebut dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat kaitannya dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya kematian ibu dan anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan sosial, budaya, kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.
Mengingat masih tingginya “4 TERLALU” ( Terlalu Muda, Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu Sering untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan dengan penyebab kematian ibu dan anak kondisi ini sesungguhnya dapat dicegah, dan tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu masalah ksehatan lainnya penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian informasi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya remaja mempunyai pandangan dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan penularan HIV/AIDS, pencegahan kehamilan tidak diharapkan.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi
c. Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial
Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan bayi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 – 35 tahun. Pusat penelitian Kesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997), menunjukkan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan seksual.Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5 % remaja putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki dan telah melakukan tindakan pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya berusia kurang dari 22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakui kebanyakan melakukannya pertama kali pada usia antara 15 – 18 tahun.
Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja bahwa KEK remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995), merokok berusia kurang dari 14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas : 1995), Remaja Putri Perokok sebanyak 1% – 8%, peminum minuman keras 6%, pemakai napza 0,3 – 3% (LDFE-UI). Sekitar 70.000 remaja putri kurang dari 18 tahun terlibat dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23 propinsi, seks sebelum menikah 0,4 – 5% (LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21% diantaranya terjadi pada remaja, 11% kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan melahirkan anak pertama dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan.
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan kebanyakan baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes : 2001). Dari berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) di Indonesia cukup tinggi, diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB di Jakarta Utara (1998) angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamidia yang tertinggi yaitu 10,3%, kemudian trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%, klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan sifilis 0,7%. Suatu survey di 3 Puskesmas di Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung KIA/BP diperoleh proorsi tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia 3,6%. Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelaynan dasar masih jauh yang diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa propinsi. Hambatan sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pengobatanya, sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan kecacatan janin
Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230 dan kasus AIDS sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%) adalah laki-laki dan 1529 kasus (18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus (0,7%). Dari segi usia rebanyak pada usia 20 - 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%), usia 30 – 39 tahun sebanyak 2226 kasus ( 27,2%), usia 40 – 49 sebannyak 647 kasus (7,9%), usia 15 – 19 tahun sebanyak 222 kasus (2,7%),usia 5 – 14 tahun 22 kasus (0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo biseksual 4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%. Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan.. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan bahwa pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Masih banyak isu gender lainnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja, diantaranya sunat pada perempuan, kekerasan terhadap perempuan/dalam rumah tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan, perdagangan manusia/perempuan.
Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan berbasis gender yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang pendidikan, partisipasi politik dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena dampak dari ketidaksetaraan ini diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada laki-laki maka data yang akan di sajikan akan lebih banyak mengenai keterlibatan perempuan.
Laki-laki dan perempuan berada di
muka bumi ini mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas itu bisa berupa tugas
alami atau kodrati dan tugas yang melekat padanya karena bangunan atau
konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana mereka huni.
Masing-masing ada jatahnya.
Berpijak pada analisis gender yang
bertujuan untuk menghapus kesalahpahaman masyarakat tentang dua kata “gender
dan sex” juga bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan gender (gender
inequality). Ketidakadilan gender berdampak buruk terutama terhadap perempuan
yang sering dirugikan akibat kesalahpahaman tersebut.
Sosialisasi gender yang telah berlangsung di tengah
masyarakat dalam waktu yang tidak sedikit mengakibatkan menancapnya pemahaman,
bahkan keyakinan, bahwa apa yang dilakukan perempuan dan laki-laki serta
perannya dalam masyarakat merupakan hal yang kodrati. Oleh karena itu,
pandangan umum masyarakat tentang perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan sudah tidak bisa dipertukarkan.
Dalam makalah ini kami bermaksud
membahas tentang pandangan sebelah mata terhadap keberadaan dan peran perempuan
atau ketidakadilan gender yang terjadi di tengah-tengah masyarakat serta
mengurai sedikit berbagai macamnya.
Ketidakadilan Gender (Gender Inequality)
Perbedaan gender sesunggunhnya tidaklah menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (Gender Inequality).[1]
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki
dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.[2]
Ketidakadilan gender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman
terhadap konsep gender yang disamakan dengan konsep seks.[3] Perbedaan
gender mengakibatkan ketidakadilan. Ketidakadilan tyersebut bisa disimpulkan
dari manifestasi ketidakadilan tersebut yakni: Marginalisasi, subordinasi,
stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih panjang dan lebih
banyak (burden) atau (double burden). Berikut kita uraikan
masing-masing dari bentuk ketidakadilan gender tersebut.
·
Marginalisasi:
Marginalisasi
artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan.
Banyak cara
yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya
adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa
perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja
diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika
hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan
dengan alasan gender.
Contoh :
1)
Guru TK, perawat, pekerja konveksi,
buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga
berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.
2)
Masih banyaknya pekerja perempuan
dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal
dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti
sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya,
seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
3)
Perubahan dari sistem pertanian
tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin
traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.
·
Subordinasi
Subordinasi
Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh
satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Telah
diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan
memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap
bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi,
sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.
Pertanyaannya
adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan reproduksi mendapat
penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya “tidak
sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public laki-laki. Sepanjang
penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi berbeda dengan peran
publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung.
Contoh :
1.
Masih sedikitnya jumlah perempuan
yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan
disbanding laki-laki.
2.
Dalam pengupahan, perempuan yang
menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan
terkadang terkena potongan pajak.
3.
Masih sedikitnya jumlah keterwakilan
perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif).
·
Sterotipe atau Pelabelan Negatif
Semua bentuk
ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan
yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype itu
sendiri berarti pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau
kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
Pelabelan umumnya
dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan
untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok
lainnya.Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau
tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak
lain.Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun
seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.
Contoh :
a) Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
b) Perempuan tidak rasional, emosional.
c) Perempuan tidak bisa mengambil keputusan
penting.
d) Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan
pencari nafkah tambahan.
e) Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.
·
Kekerasan
Kekerasan
(violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan
oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter
perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin.
Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki
dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap
lembut, lemah, penurut dan sebagainya.
Sebenarnya
tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter
tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu
lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa
tindakan kekerasan.
Contoh
:
1.
Kekerasan fisik maupun non fisik
yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah tangga.
2.
Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan
yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. Perkosaan juga bisa terjadi
dalam rumah tangga karena konsekuensi tertententu yang dibebankan kepada istri
untuk harus melayani suaminya. Hal ini bisa terjadi karena konstruksi yang
melekatinya.
3.
Pelecehan seksual (molestation),
yaitu jenis kekerasan yang terselubung dengan cara memegang atau menyentuh
bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.
4.
Eksploitasi seks terhadap perempuan
dan pornografi.
5.
Genital mutilation: penyunatan
terhadap anak perempuan. Hal ini terjadi karena alasan untuk mengontrol
perempuan.
6.
Prostitution: pelacuran.
Pelacuran dilarang oleh pemerintah tetapi juga dipungut pajak darinya. Inilah
bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh sistem tertentu dan pekerjaan
pelacuran juga dianggap rendah.
·
Beban ganda (double burden)
Beban ganda
(double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih
banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Peran
reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen.
Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public,
namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic.
Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut
kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga
perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak
perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Segala
bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak
tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat
masyarakat dan rumah tangga.
Tidak ada
prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau
berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling
berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap
cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa
melahirkan subordinasi.
Perbedaan
gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan dengan perbedaan
tersebut berikut tabelnya analisanya:
Keyakinan
Gender
|
Bentuk
Ketidakadilan Gender
|
Perempuan:
lembut dan bersifat emosional
|
Tidak
boleh menjadi manajer atau pemimpin sebuah institusi
|
Perempuan:
pekerjaan utamanya di rumah dan kalau bekerja hanya membantu suami (tambahan)
|
Dibayar
lebih rendah dan tidak perlu kedudukan yang tinggi/penting
|
Lelaki:
berwatak tegas dan rasional
|
Cocok
menjadi pemimpin dan tidak pantas kerja dirumah dan memasak
|
Globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi usaha
untiuk meniadakan ketidakadilan ini. Televisi adalah bentuk nyata dari arus
globalisasi tersebut di mana televisi seakan menjadi transformasi nilai.
Penayangan iklan-iklan tertentu yang berlebihan adalah sumber pemicunya. Contoh
nyata adalah iklan produk susu yang mengakibatkan ASI dipandang tidak begitu
penting dalam perkembangan anak, padahal sebaliknya. Contoh lain adalah iklan
yang mempertontonkan gambar-gambar wanita yang vulgar. Gamba-gambar tersebut
merupakan salah satu bentuk pornografi. Iklan-iklan produk tertentu juga sering
menggunakan model perempuan yang dianggap cocok dengan karakter produk mereka,
misalnya kelembutan, keanggunan dan kelincahah.
Di sisi lain para ahli dari kalangan akademis maupun
non akademis menyelenggarakan acara seminar guna meluruskan kesalahpahaman
tentang konsep gender dan sex yang menimbulkan ketidakadilan seperti seminar
yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan menghadirkan
Guru Besar, Prof Dr Markamah, dalam seminar Sastra Nasional Pembelajaran Sastra
Berperspektif Kesetaraan Gender.
Kesimpulan
Perbedaan gender
bukanlah masalah sepanjang perbedaan ini tidak menimbulkan ketimpangan dan
ketidakadilan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang tuntas mengenai
konsep gender dan sex. Karena konsep gender yang telah melekat dalam masyarakat
dengan proses yang panjang, maka pelurusan pemahaman juga membutuhkan waktu
yang tidak singkat.
Referensi
Abdullah, Irwan, Sangkan Paran Gender,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006.
Fakih,
Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997.
Gandhi,
Mahatma, Woman and Social Injustice, terj. Siti Farida (Perempuan dan
Ketidakadilan Sosial),Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.
Ilyas,
Yunahar, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Nugroho,
Riant, Gender dan Strategi Pengarusutamaannya Di Indonesia,Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008.
ISU GENDER
DALAM BIDANG KESEHATAN
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan
laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena
dampak dan gender stereotype masing-masing. Misalnya sesuai dengan pola
perilaku yang diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki dianggap tidak
pantas memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta
keluhannya. Perempuan yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak
terhadap cara mereka menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama dalam situasi
social ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka biasanya perempuan
dianggap wajar untuk berkorban.
Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap
konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan perempuan. Misalnya kanker
paru-paru banyak diderita oleh laki-laki diwaspadai ada kaitannya dengan
kebiasaan merokok. Penderita depresi pada perempuan dua kali sampai tiga
kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan lebih banyak
menderita penyakit menahun yang berkepanjangan (TBC), akan tetapi ada
kecenderungan dari perhitungan, karena kebiasaan perempuan untuk mengabaikan
atau menunda mencari pengobatan, jika penyakit itu masih bisa ditanggungnya.
Penting sekali memahami realitas, bahwa perempuan dan
laki-laki menghadapi penyakit dan kesakitan bisa berbeda.
Informasi itu hanya didapat jika kita memiliki data klen,
seperti data umur, status, social ekonomi yang terpilah menurut jenis kelamin.
Hal-hal yang diperlukan untuk memahami isu gender
berkaitan dengan kesehatan adalah :
1.
Mengumpulkan data dan informasi yang
memperlihatkan bukti adanya ketimpangan berbasis gender dalam kesehatan
perempuan dan laki-laki;
2.
Menyatakan data dan informasi
tersebut serta memperhitungkannya ketika mengembangkan kebijakan dan program
kesehatan;
3.
Mengimplementasikan program-program
yang sensitive gender untuk memperbaiki ketimpangan;
4.
Mengembangkan mekanisme monitoring
yang responsive terhadap isu gender, untuk memastikan ketimpangan gender
dipantau secara teratur.
Isu-isu gender dalam berbagai siklus kehidupan. Pada
kesempatan ini ada 4 (empat) isu gender dalam berbagai kehidupan, yaitu :
Isu Gender Di Masa Kanak-Kanak.
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada
beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan alas
an, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki
sebagai pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang
tuanya di hari tua., Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa
kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku
yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan didorong kearah
itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan
bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan.
Isu Gender Pada Anak Perempuan.
Secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada
bayi laki-laki terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya.
Sebab itu jika data memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dan
bayi laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa balita,
kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena
sifatnya yang agresif dan lebih banyak gerak. Data Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI 1991-2002/2003) menunjukkan : tren kematian bayi lebih
tinggi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, trend kematian anak balita
lebih tinggi pada balita laki-laki dari pada balita perempuan.
Isu Gender Di Masa Remaja. Isu gender yang
berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain : kawin muda, kehamilan remaja,
umumnya renmaja puteri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak
remaja, gangguan anemia merupakan gejala umum dikalangan remaja putri. Gerakan
serta interaksi social remaja puteri seringkali terbatasi dengan datangnya
menarche. Perkawinan dini pada remaja puteri dapat member tanggung jawab dan
beban melampaui usianya. Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan,
menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putreri juga
berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam
rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu
berkaitan dengan kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku
steriotipi maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga,
kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan :IMS, HIV/AIDS.
Isu Gender Di Masa Dewasa. Pada tahap
dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami masalah-masalah kesehatan
yang berbeda, yang disebabkan karena factor biologis maupun karena perbedaan
gender. Perempuan menghadapi masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi
alat reproduksinya serta ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut,
misalnya konsekwensi dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia,
aborsi, puerperal sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidak berdayaan
dalam memutuskan bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga
terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit yang
berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka sering hanya sebagai korban.
Misalnya : metode KB yang hanya difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan
juga rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja,
dan diperjalanan.
ISU Gender Di Masa Tua. Di usia
tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin menurun. Mereka
merasa terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara
psikologis dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun umur panjang perempuan
berisiko ringkih, terutama dalam situasi soaial-ekonomi kurang. Secara
kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang berkaitan
dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin tergantung terhadap sumber
daya. Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu
delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak
diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan.
Referensi :
Kementerian Pemberdayaan
Perempuan RI, Bahan informasi pengarasutamaan gender.Edisi 2. Jakarta;
Depkes RI, Modul pelatihan pengarasutamaan gender bidang kesehatan, Jakarta,
2006
Capacity
Building, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI, Salak
Tower Hotel, 31 Oktober – 2 November 2016
American
Psychological Association. (http://www/apa/org/topics/lgbt/transgender.aspx
diakses Juni 2015)
Badgett,
M.V. Lee, et al. 2014. The relationship between LGBT inclusion and economic development:
An analysis of emerging economies. Los Angeles, California: The Williams
Institute.
BBC. 2014.
MK tolak naikkan batas usia minimal untuk menikah. (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150618_indonesia
_mk_nikah diakses Juni 2015)
BBC. 2015.
MK tolak uji materi soal nikah beda agama. (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150618_indonesia_mk_nikah_bedaagama
diakses Juni 2015)
BBC. 2015.
Batas usia pernikahan dini digugat. (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/12/141218_pernikahandini
diakses Juni 2015)
Diamond,
Milton. 2000. Sex and Gender: Same or Different?, Feminism & Psychology,
Vol. 10, No. 1, 46 – 54.
Kompas.
2015. Cegah HIV dengan Pembatasan Kondom, DPRD Bengkulu Dikritik.
(http://regional.kompas.com/read/2015/06/20/03262761/Cegah.HIV.dengan.Pe
mbatasan.Kondom.DPRD.Bengkulu.Dikritik diakses Juni 2015)
Maslim,
Rusdi. 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta
Parameters
of Social Exlusion of Waria PNPM Peduli, May 2014.
Republika.
2014. Tingkat Perceraian Indonesia Meningkat Setiap Tahun, ini Datanya. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/14/nf0ij7-tingkatperceraian-indonesia-meningkat-setiap-tahun-ini-datanya
diakses Juni 2015)
The New York
Times. 2015. Supreme Court Ruling Makes Same-Sex Marriage a Right Nationwide.
(http://www.nytimes.com/2015/06/27/us/supreme-court-samesex-marriage.html?_r=0
diakses Juni 2015)
Tempo. 2015.
Ratusan Hijaber Terinfeksi HIV/AIDS, ini penyebabnya. (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/06/08/058672908/ratusan-hijaberterinfeksi-hiv-aids-ini-penyebabnya
diakses Juni 2015)
UNDP, USAID.
2014. Being LGBT in Asia: Indonesia Country Report. Bangkok.
(http://www.aidsdatahub.org/sites/default/files/publication/Being_LGBT_in_A
sia_Indonesia_Country_report_2014.pdf Diakses Juni 2015)
Yogyakarta Principles. 2007. Yogyakarta Principles
on the application of international human rights law in relation to sexual
orientation and gender identity. (www. yogyakartaprinciples.org diakses Juni
2015)
2 komentar:
Artikel yang sangat lengkap dan informative sekali, nice sharing!
menyikapi orang tua yang egois
penyebab anak susah makan
pentingnya pendidikan anak usia dini
indikator keluarga sehat
cara mengatasi anak cengeng
Setiap pria atau wanita sudah mempunyai porsinya masing-masing saya rasa.
Dari : desonline.org
Posting Komentar